Desember 04, 2012
Unknown
—————————
Beberapa minggu
kemarin, saya beberapa kali harus melintasi Jalan Semanggi-gatot subroto di
sore hari yg mana berarti tepat ketika masa three in one berlaku. Buat yg tidak
tinggal di Jakarta biar saya jelaskan sedikit apa itu Three In One.
Three In One adalah
peraturan dari kepolisian Jakarta, yg mana menyatakan pada jam-jam tertentu di
jalan-jalan tertentu di ibukota, setiap kendaraan pribadi beroda 4 wajib
memiliki 3 orang atau lebih didalamnya. Karena saya menyetir sendiri, berarti
saya terpaksa harus mengangkut joki untuk bisa melintas di jam2 tersebut.
Dari beberapa
kali saya mengambil joki, baru sore itu saya bertemu dengan joki yang lewat
kisahnya menampar keras realita saya.Sebut saja namanya Ibu Haryani, di sore
itu dia menjadi joki sambil menggendong balita yg berumur 3 tahun. Seperti
biasa saya selalu menanyakan hal yg sama kepada setiap Joki,
“Tiap hari ya bu
ngejoki?”
“Iya tiap hari
pak..”
“Oh.. ini cucu
ya bu?”
“haha.. bukan
pak, ini anak saya…memang masih kecil, bedanya 8 tahun sama anak yang sebelumnya..”
Dan dari situ saya mendapatkan sebuah kisah menarik.
Ibu Haryani,
ternyata punya 6 anak. Dia tidak ikut KB karena dulu ketika ia masih tinggal di
kampung, orang-orang kampungnya melihat unyeng2nya (ini apa saya gak tau)
berjumlah 5 yg mana berarti
minimal anaknya
5..
“Ya sudahlah
selama masih dipercaya Allah ya beranak terus aja.” kata dia, well saya sempat
ingin tertawa disini, geleng-geleng kepala, dan berkata dalam hati
“Ya elah udah tau susah kok lahirin anak
mulu!!”.
Kata orang ini
salah satu penyebab Indo tidak maju-maju, generasi barunya tidak dihambat
perkembangannya terus dibiarkan beranak sampai banyak dan akhirnya kesulitan
sendiri untuk membimbing anak-anaknya sekolah dan jadi pintar. Bandingkan dengan
Cina yg sempat melarang anak lebih dari 1. But itu entry blog yg lain.
Saya melanjutkan
pertanyaan saya,
“Ibu kerja selain joki kerja apa bu?”
“Joki aja sih dek.. Dulu sempet jadi
pembantu tapi udah berhenti”
Pekerjaannya
dulu selain menjadi joki di pagi dan sore hari adalah menjadi asisten rumah
tangga, namun semenjak anak terakhirnya ini sudah mulai gede dia kerepotan
karena anaknya susah dijaga.
Jadi dia memutuskan untuk berhenti jadi asisten rumah tangga dan fulltime
ngejoki.
Anak pertama dan keduanya sudah menikah dan tidak lagi mengurus sang ibu karena
sudah mengurusi keluarga mereka masing2.
“Oh lebih ringan dong ya bu?”
“Iya Alhamdulillah”
“Anak2 ibu gak ngasih ibu uang?”
“Gak dek, gpp..Mereka yg penting bisa urus
keluarga mereka..” ujarnya sambil tersenyum.
Buat sang ibu tidak diurusi itu tidak masalah yang penting kedua anaknya mampu
menghidupi keluarga mereka masing2 dan dia bersyukur sekali.
Dua dari 6
anaknya diangkat anak oleh kakak dari ibu Haryani karena kakaknya tersebut
tidak memiliki anak.
“Alhamdullilah kakak saya mau membantu”
katanya.
“Suami ibu bekerja?” saya bertanya.
“Ah suami saya sudah meninggal 2 tahun yang
lalu” ujarnya sambil tetap tersenyum.
Dan dari sana saya terkejut, seorang ibu yg
tua, punya satu anak balita, satu lagi masih SD, tanpa suami.
Hidupnya pasti berat.
Dia bercerita, kalau anaknya yg kelima baru masuk 1 smp.
Belum lagi saya
bertanya bagaimana bayarnya, dia sudah bercerita lagi.
“Alhamdulillah, rejeki dari Allah, saya bisa
aja bayarin sekolahnya. Memang kadang musti nunggak, tapi saya jujur bilang ke
sekolahnya kalau saya kerjanya Joki. Jadi kalau lagi hari bagus, sehari dapet 4
kali angkut saya bisa dapet 100 ribu saya buru2 ke sekolah anak saya dan
bayarin spp nya..” Ujar ibu Haryani sambil tersenyum senang.
“Untungnya lagi, sekolahnya tidak menahan
buku pelajaran. Tapi memang mahal sih, 500 ribu untuk buku pelajaran aja. Trus
gak ada tuh pak namanya sekolah gratis, kita disuruh bayar juga uang gedung,
1.5 juta, untungnya lagi rejeki dari Allah selalu ada, saya bisa bayarin..
walaupun akhirnya anak saya ini harus sekolah sore..”
Saya hanya bisa
terdiam dan menimpali, “Wah2 gitu ya bu..
mahal ya..”
Ibu Haryani
kemudian bercerita tentang satu anak perempuannya yang namanya Intan. “Anak
saya yg ini gawat juga, gak mau pacaran, gak mau menikah, katanya mau kuliah
dulu dan berkarir supaya bisa menghidupi saya dan adik2nya.”
Intan kata ibu
Haryani, saat ini sedang kuliah dibiayai separuh oleh perusahaan tempat dia
bekerja. Kuliahnya jurusan ekonomi, di BINUS! Total biayanya 30 juta kata ibu
Intan. “Mahal ya pak, tapi demi masa
depan kata si Intan jadi saya dukung aja..” Saya mengangguk-angguk saja.
Ibu Haryani
berkata Intan punya tekad yg kuat, Intan rela panas2an menjual minuman botol di
saat Sea Games kemarin di senayan dan
membawa pulang uang yg lumayan untuk kuliahnya. Intan juga tidak segan-segan
jualan kue kering di pasar senen, sambil bekerja juga kemudian lanjut kuliah.
“Kata Intan
begini, ‘Cleaning service aja banyak yg
berjuang dan sukses, saya mau buktiin ke orang-orang walaupun Ibu saya cuman
joki, anaknya juga bisa sukses dan lebih maju dari orang2 lain’. Alhamdulilah
ya pak..”
Saya tertegun,
tenggorokan saya tercekat mendengar ceritanya tersebut.
Ketabahan Ibu
Haryani, semangat dan tekad anaknya Intan untuk merubah nasib menampar saya
yang terkadang mengeluh dan berhenti berusaha ketika mendapatkan halangan.
Saya sudah
sampai di tujuan, ibu Haryani kemudian turun, saya ucapkan terimakasih
berkali-kali kepadanya. Bukan karena dia sudah menemani melewati daerah three
in One. Tapi karena berkat ceritanya yang polos, dia sudah mengajarkan dan
mengingatkan diri saya bahwa tekad, semangat, iman, keyakinan, keteguhan hati,
kesabaran, doa, dan kerja keras tidak akan pernah berujung sia-sia.
Hidup Ibu
Haryani berat, hidup anaknya Intan juga berat, tapi mereka melewatkanya tidak
dengan mengeluh, tetapi dengan terus bekerja, yakin bahwa perubahan akan datang
karena usaha mereka, bahwa perubahan akan terjadi bagi mereka yg percaya dan
tidak pernah menyerah.
Dan seberapa pun berat masalah yg harus dihadapi, mereka akan hadapi dengan
senyum dan ketabahan…
Sebuah catatan
singkat,
Jet Veetlev
29 November 2011
0 komentar :
Posting Komentar